Pengertian Tari Indang dan Randang
Tarian
A.
Tari Indang/Badindin
Tari Indang atau yang biasa
disebut dengan tari dindin badindin ini merupakan salah satu tarian tradisional
yang berasal dari kebudayaan masyarakat Minang, Pariaman, Provinsi Sumatera
Barat. Tarian ini sebenarnya merupakan sebuah permainan alat musik yang
dimainkan secara bersama-sama. Nama indang pada tarian ini sendiri berasal dari
nama alat musik tepuk yang dipakai dan dimainkan pada tarian ini. Indang atau
juga disebut dengan Ripai merupakan sebuah instrument yang dimainkan dengan
cara ditepuk. Bentuknya menyerupai rebana namun berukuran lebih kecil.
1. Sejarah Asal usul tari indang
Kesenian tari indang tadinya
bertujuan untuk keperluan dakwah islam. Itu sebabnya, sastra yang dibawakan
berasal dari salawat nabi Muhammad atau hal-hal bertema keagamaan. Indang
berkembang dalam masyarakat traditional Minangkabau yang menghuni wilayah
kabupaten Padang Pariaman. Tari indang selalu dipentaskan setiap kali
diadakan upacara tabuik – upacara yang dilakukan masyarakat Minang
dalam rangka memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad setiap tanggal 10
Muharam. Tari indang diciptaan oleh Rapa’i. Rapa’i merupakan pengikut
setia Syekh Burhanuddin – seorang tokoh terpandang yang selalu memperingati
upacara tabuik di Minang.
Nasrul Azwar, aktivis budaya
yang tinggal dipadang, menyebutkan secara historis Indang merupakan hasil
perkawinan budaya antara Minangkabau dan peradaban Islam abad ke – 14.
Peradaban tersebut diperkenalkan pedagang yang masuk ke aceh melalui pesisir
barat Pulau Sumatra dan selanjutnya menyebar ke Ulakan-Pariaman.
Di dalam Tari Indang muncul
jenis-jenis nyanyian maqam, iqa’at dan avaz serta penggunaan musik gambus.
Maqam menggambarkan tangga nada, struktur interval dan ambitus. Iqa’at
menyimpan pola ritmik pada musik islam. Adapun avaz ialah melodi yang bergerak
bebas tampa irama dan diperkenalkan music islam.
Pentas Tari Indang biasa
diramaikan tujuh penari yang semuanya laki-laki. Ketujuh penari itu biasa
dinamai ‘anak indang’. Mereka dipimpin seorang guru yang disebut tukang dzikir.
Indang merupakan manifestasi budaya mendidik lewat surau dan kentalnya pengaruh
budaya Islam di Minangkabau.
Tari indang kini
tidak hanya dipentaskan saat upacara tabuik. Tari ini pun sering
dipentaskan pada berbagai acara lain, seperti acara penyambutan tamu agung,
pengangkatan penghulu di suatu desa, atau acara festival budaya. Tari indang
merupakan salah satu kekayaan kebudayaan nusantara. Tari ini merepresentasikan
masyarakat Pariaman yang bersahaja, saling menghormati, dan patuh kepada perintah
tuhan sesuai dengan budaya Melayu.
2. Tema dan Makna Filosofi Tari Indang
Sebagai
media dakwah, tari Indang ini mengandung beberapa elemen pendukung yang
bernafaskan kebudayaan Islam. Tarian ini selalu disuguhkan bersama dengan
iringan shalawat Nabi atau syair-syair yang mengajarkan tentang nilai-nilai
keislaman. Tidak heran jika kemudian dimasa silam tari Indang ini justru lebih
kerap ditampilkan di surau-surau. Adapun sampai saat ini, beberapa nagari di
ranah Minang masih sering menyuguhkan tarian ini di dalam upacara Tabuik, yaitu
upacara peringatan wafatnya cucu Rosululloh setiap pada tanggal 10 Muharram.
3. Gerakan Tari Indang
Sekilas,
semua gerakan dari tari indang ini akan tampak seperti gerakan tari tradisional
khas aceh, yaitu Tari Saman. Namun, jika diperhatikan lebih seksama lagi tari
Indang ini justru cenderung lebih dinamis. Gerakan para penarinya lebih santai
tetapi tetap rancak, terlebih jika
dikolaborasikan dengan musik pengiringnya
yang bernuansa Melayu.
Gerakan
tari Indang Dindin Badindin ini umumnya diawali dengan pertemuan 2 kelompok
para penari yang kemudian menyusun diri secara berbanjar dari kiri ke kanan.
Mereka kemudian duduk bersila dan memperlihatkan gerakan-gerakan simetris yang
tentunya sangat membutuhkan latihan yang cukup dan kerja keras.
4. Iringan Tari Indang
Tari
Indang Dindin Badindin biasanya akan diiringi oleh 2 ragam bunyi, yakni bunyi
yang berasal dari tetabuhan alat musik tradisional khas Melayu seperti gambus
dan rebana, serta bunyi yang berasal dari syair-syair yang di nyayikan oleh
seorang tukang dzikir. Tukang dzikir sendiri merupakan sebutan untuk seorang
yang memandu tari melalui syair dan lagu yang di nyanyikannya.
Dalam
perkembangannya, alat musik yang mengiringi tari Indang kini semakin beraneka
ragam. Beberapa alat musik modern seperti piano, akordeon, dan beberapa alat
musik tradisional lainnya juga sering ditemukan. Selain itu, syair lagu yang
sering dinyanyikan juga saat ini juga hanya 1 jenis saja, yakni lagu Dindin
Badindin karya dari Tiar Ramon.
5. Setting Panggung Tari Indang
5. Setting Panggung Tari Indang
Tari
Indang hanya boleh ditampilkan oleh para penari pria saja. Hal tersebut sesuai
dengan ajaran agama islam yang tidak memperkenankan para wanita mempertontonkan
dirinya di khalayak umum. Tetapi aturan tersebut semakin ditinggalkan. Buktinya
dari beberapa pementasan tari indang saat ini selalu ditampilkan oleh penari
perempuan.
Jumlah
penarinya sendiri beragam, namun yang sering ditemukan pada tarian ini
ditampilkan adalah dengan penari berjumlah ganjil, seperti 7, 9, 11, atau 13
orang dengan satu atau dua orang akan bertindak sebagai tukang dzikir. Para
penari tari Indang di dalam kebudayaan minang disebut dengan istilah "anak
Indang".
6. Tata Rias dan Tata Busana Tari Indang
6. Tata Rias dan Tata Busana Tari Indang
Untuk
tata rias dan tata busana, tari indang ini tidak mempunyai banyak aturan. Yang
jelas, khusus bagi para penarinya wajib memakai pakaian adat Melayu sebagai
simbol dan juga identitas asal tarian tersebut. Sedangkan bagi tukang dzikir
bebas memakai pakaian apapun asalkan sopan.
7. Properti Tari Indang
Di awal masa kemunculannya, tari
indang ini wajib dilengkapi dengan indang, yaitu rebana kecil sebagai
propertinya. Tetapi,saat ini properti tersebut kerap ditinggalkan dan digantikan
fungsinya oleh lantai panggung yang bisa menghasilkan suara pada saat ditepuk.
2. Tari Randhang Kopi
tari petik kopi yang berasal dari
Jember, Jawa Timur. Gerakan-gerakan yang ada dalam tari petik kopi
menggambarkan aktivitas masyarakat saat memetik kopi. Tari tradisional ini
merupakan perpaduan unsur gerak tari Jawa Timuran. Tari ini juga menggambarkan
keanekaragaman etnis yang ada dalam masyarakat Jember. Dalam tari,
seringkali ditemukan ungkapan yang menggambarkan suatu kondisi masyarakat dan
budayanya. Umumnya sang koreografer memiliki pemikiran tersendiri hingga
dituang dalam gerakan tari. Tarian cenderung dijadikan media untuk
mengungkapkan ide-ide, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain.
Sang Koreografer dari tari petik kopi ini adalah Soeparmin
Ras, lahir di Jawa Timur. Beliau sempat mengenyam pendidikan tari di STKW
Surabaya selama dua tahun. Pernah juga belajar tari di Padepokan Lemah Putih
bersama Suprapto Suryodarmo di Surakarta. Sejak tahun 1970 sudah terlibat dalam
grup Chandra Wilwatikta, yang setiap bulan berpentas di Taman Candra
Wilwatikta. Tahun 1973 bersama AM. Munardi membuat grup tari Lintasan 73.
Sering menjadi penata gerak pementasan teater Bengkel Muda Surabaya (BMS)
dengan arahan sutradara Basuki Rachmat, Akhudiat dan Hari Matrais. Tahun 1977,
ia mendirikan Sanggar Tari Suita Parani, yang memiliki cabang di Kediri,
Tulungagung, Kertosono dan Surabaya.
Tari merupakan alat ekspresi ataupun sarana komunikasi
seseorang seniman kepada orang lain (penonton/penikmat). Sebagai alat ekspresi
tari mampu menciptakan untaian gerak yang dapat membuat penikmatmya peka
terhadap sesuatu yang ada dan terjadi di sekitarnya. Sebab, tari adalah sebuah
ucapan, pernyataan dan ekspresi daam gerak yang memuat komentar-komentar
mengenai realitas kehidupan yang bias merasuk di benak penikmatnya setelah
pertunjukan selesai. Soeparmin berharap tari petik kopi tidak hanya
menjadi salah satu suguhan dalam festival tari saja, tapi juga bisa menjadi
tari tradisional yang benar-benar mencerminkan karakter dan budaya masyarakat
Jember yang mendunia.
Tari Petik Kopi pertama kali dipentaskan di gedung
Keluarga Alumni Universitas Jember (KAUJE) pada tanggal 8 November 2013, dalam
rangkaian acara dies natalis Universitas Jember yang bertajuk
“Festival Tegalboto”. Tari yang dibawakan oleh sembilan penari ini menjadi
suguhan yang istimewa dalam rangkaian acara Festival Tegalboto. Tari petik
kopi, tarian tradisonal Jember untuk dunia.
bermanfaat
BalasHapus